File download is hosted on Megaupload
Secret Meadow adalah sebuah band tweegaze muda asal Jakarta. Band ini potensial; materi-materinya bagus dan referensi mereka luas, namun sayangnya belum banyak terekspos dan tersentuh oleh media maupun promotor lokal.
Di sini kami coba kulik lebih mendalam Secret Meadow, agar kalian bisa lebih mengenal mereka. Wawancara ini dijawab oleh Arief (bassist). So, simak baik-baik.
01. Oke, masih banyak yang belum tahu sejarah Secret Meadow. Pertanyaan pertama yang standar; sejak kapan band ini terbentuk dan seperti apa ceritanya?
Awal 2016 lah kira-kira, bulan-nya kita lupa. Haha. Kita pernah kerja di tempat yg sama, dan saling kenal di tempat itu sih. Akhir 2015 klo ga salah Edo sama Viqry ngirim materi tuh ke gue mereka abis iseng-iseng bikin lagu. Trus sebulan ketemu sama Jaro ga sengaja, pulang dari kondangan temen. Langsung to the point aja dan langsung ngajak Jaro untuk bikin band. Akhirnya jadilah Secret Meadow.
02. Musik kalian terdengar tidak retro seperti kebanyakan indiepop lokal pada umumnya. Modern, namun juga tidak terdengar trendi seperti banyak band muda lokal saat ini. Seperti apa sih, formula penulisan musik kalian? Apa saja sih sumber influence band ini?
Kalo untuk formula sih, ga ada yang khusus, sebisa mungkin kita ga mau ngebatesin ide-ide atau tema buat lagu. Untuk penulisan juga cenderung straight forward, tanpa ada niatan untuk menjadi trendi. Kalo kata Anoa Records, ”If we believe in something we hear, it’s better to record it”.
Yang menarik mungkin, karena kita sebenernya banyak dapet inspirasi dari lagu yang kita suka, cuma pas kita coba bikin, hasil akhir lumayan beda, kayak misalnya, vibe dari “Followed by the Voice” itu terinspirasi dari “Agoraphobia”–nya Deerhunter, atau vibe dari “Same Old Fear” yang terinspirasi dari “When The Sun Hits” punya Slowdive.
Jadi ya, mungkin kenapa bisa terdengar “modern” tapi tidak terdengar “trendi”, karena kita orang-orang modern yang ga trendi-trendi amat.
03. Untuk debut EP kalian, Same Old Fear, khan juga dirilis oleh label rekaman asal Seattle, Jigsaw Records, bisa diceritakan prosesnya hingga kalian bisa direkrut oleh mereka?
Sebenernya sih kita, coba-coba aja sih. Sebelumnya nyoba kirim lagu ke Shelflife Records trus si Ed merekomendasikan untuk kirim lagu ke Jigsaw dan Cloudberry Records. Trus kita coba approach dengan niat mau jual EP kita di sana. Eh mereka (Jigsaw Records) tertarik untuk rilisin digital maupun fisik.
04. Rencana kalian terdekat setelah merilis EP kemarin-kemarin, apa lagi nih?
Semoga di akhir tahun ini kita bisa rilis sesuatu.
05. Apakah ada rencana untuk menulis lirik dalam Bahasa? Karena lirik puitis kalian sepertinya menarik nih jika pula ditulis dalam Bahasa…
Untuk lirik Bahasa, ada sih beberapa di draft, masih nunggu antrian.
06. Jarang sekali ada band indiepop lokal (ket: yang benar masuk ke definisi “indiepop”) yang mampu menjadi besar dan bertahan di atas, karena banyak hanya berstatus band santai dan bukan untuk ‘karir’. Ada opini mengenai hal tersebut?
Mungkin karena kebanyakan popkid lebih memilih karir professional di bidang lain dibandingkan mengejar karir di musik. Erik dari Ballads of the Cliché pernah bilang, kalo lebih baik berkarir di bidang lain daripada di musik, biar istri gak deg-degan. Ada benernya jg, sih.
07. Masih ada sangkut pautnya dengan pertanyaan di atas: indiepop selalu terpecah menjadi dua; Pertama, band-band yang ingin menjadi besar dan terkenal. Kedua, band-band yang ingin tetap stay true dan tetap di underground. Pendapat kalian mengenai polemik tersebut?
Oke, ngebahas hal ini emang selalu menarik. Sebelum kita dicap macem-macem, kita mau ngasih tau kalo kita netral dalam hal ini, dan percaya kalo tiap pandangan ini harus dihargai. Karena yang paling nyebelin adalah orang-orang yang dikit-dikit nyinyir dan nyari ribut.
Cukup dilematis sih, ga ada yang salah dengan ambisi untuk menjadi besar, seenggaknya, musik lo bakal lebih mudah ditemukan, ini baik untuk menyadarkan publik kalo mereka punya pilihan lain selain apa yang ditawarkan oleh industri hari ini. Lebih-lebih, lo bakal punya cukup sumberdaya untuk bikin karya yang lebih baik dari segi teknis (untuk orang-orang yang mendetail dalam urusan sound dan secara finansial ga bisa ngebiayain dari uang pribadi). Contohnya, dengan uang yang cukup, lo bisa rekaman di studio manapun yang lo mau, mixing dan mastering dengan engineer yang lo suka, ga peduli berapapun rate mereka.
Nah, buat yang stay true and keep it underground, ini barisan yang bener-bener cinta sama scene beserta genre-nya. Musik adalah pelarian dari rutinitas yang membosankan (please note that we as well are workers who loves to play music during the weekend) dan punya tempat tersendiri untuk tidak diganggu dengan hal-hal yang sifatnya untung rugi.
Jadi intinya, buat orang-orang yang ingin menjadi besar, ingat bahwa musik secara esensial harus menjadi prioritas utama dalam berkarya. Dan bagi para purist, ingatlah bahwa The Clientele tidak akan bergabung dengan Merge Records jika mereka tidak ingin menjadi besar.
08. Apa prediksi kalian mengenai masa depan scene indiepop lokal?
Tergantung The Cottons (Jkt) dan Sharesprings (Jkt). Hahaha…
09. Pertanyaan standar lagi nih, tapi tetap banyak yang ingin tahu jawabannya; album-album apa saja nih yang sedang kalian dengarkan saat ini?
Untuk sekarang, kita masih terlena dengan album self-titled (2017) Slowdive dan Crack-Up (2017) dari Fleet Foxes.
* beli CD EP Same Old Fear (2017) dari Secret Meadow di SINI.